Refleksi 3 Tahun SUMPAH MAHASISWA ISLAM
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sahabat seperjuanganku Aktivis Dakwah Kampus Seluruh Indonesia, tanpa terasa hampir 3 Tahun peristiwa yang sangat bersejarah itu berlalu, namun tidak ada sedikitpun peristiwa yang terlupan dalam benakku terkait peristiwa itu. Bagaimana persipan-persiapan yang kami lakukan di aerah menuju pusat Ibu Kota Negara Jakarta. Semangat yang begitu luar biasa ditunjukkan oleh Mahasiswa perwakilan Sulawesi Selatan. (semoga menjadi Amal Sholeh) amin...........walau memiliki dana seadanya dengan tekad yang kuat akhirnya kami tiba dengan selamat.
Masing terekam jelas bagaimana perjalanan kami dari Makassar ke Surabaya dan disambut oleh saudara-saudara kami yang begitu bersahabat. Bahkan ada teman yang berkata kita sudah seperti saudara se Ibu dan Bapak karena begitu akrabnya (itulah ikatan Ideologi). Belum lagi perjalanan menggunakan kereta Api selama sehari semalam, diatas kereta kami juga bertemu dengan orang-orang yang sedikit aneh dan banyak cerita bahkan sampai meminta biodata kami.....
Sahabatku Aktivis Dakwah Kampus ...
Jangan biarkan acara refleksi SUMPAH MAHASISWA ISLAM INI berlalu begitu saja (hanya seremonial belaka). Tapi mari kita jadikan sebagai momentum untuk membuat mahasiswa mau bangkit dan berjuang bersama kita.
Kita ajak mahasiswa yang saat ini mulai kehilangan arah, tidak memiliki Visi dan Misi yang jelas untuk melakukan perubahan. Kita bangunkan sadarkan semua Mahasiswa yang ada di kampus. JANGAN HANYA PINTAR TAWURAN.
Senjata kita bukan otot yang kuat, atau Badik (senjata khas Sulawesi), panah dan senjata tajam lainnya.Tapi senjata kita adalah PENA dan PEMIKIRAN.
..............................................................................................................................................
Demokrasi, demokrasi, demokrasi pasti mati…
Demokrasi, demokrasi, demokrasi pasti mati…
Khilafah, Khilafah, akan tegak kembali…
Khilafah, Khilafah janji Allah yang pasti…
Itulah
salah satu yel-yel yang dinyanyikan lebih dari 5000 mahasiswa-mahasiswi
Islam dari berbagai perguruan tinggi dari Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Ambon, Papua, Bali, Madura dan Jawa dalam Kongres Mahasiswa
Islam Indonesia (KMII), Ahad (18/10) di depan Basket Hall, Senayan,
Jakarta.
Dengan
penuh semangat, dari pagi hingga matahari tepat di atas kepala, mereka
berulang kali melompat-lompat menerikan yel tersebut di sela-sela orasi
para cendikiawan Muslim diantaranya adalah Fahmi Amhar, Dwi Condro
Triono dan Fahmi Luqman di samping orasi dari para perwakilan mahasiswa.
Meskipun
tidak turut melompat-lompat, sekitar seribu mahasiswi yang berdiri di
sebelah kanan yang terpisah secara tegas dengan barisan mahasiswa, tidak
kalah semangatnya, sambil mengangkat tangan terkepal, seirama menerikan
yel tersebut.
Itulah
salah satu ciri yang membedakan mahasiswa Islam dengan mahasiswa
sekuler. Sehingga bukan hanya di masjid, barisan laki-laki dan perempuan
terpisah. Di lapangan terbuka pun hukum Islam terkait dengan interaksi
pria-wanita tetap diamalkan. Sehingga campur baur yang biasa terjadi
dikalangan mahasiswa sekuler, tidak akan ditemukan dalam kelompok
mahasiswa yang menjunjung tinggi syariah Islam.
Tonggak Perubahan
Kongres
yang diselenggarakan Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK)
tersebut ialah sebagai koreksi atas pergerakan mahasiswa yang selama ini
ada. Kongres menilai pergerakan mahasiswa yang ada selama ini lebih
bersifat pragmatis dan demi kepentingan sesaat.
Fenomena
itu bisa dilihat dari berbagai angkatan termasuk mahasiswa angkatan ’98
maupun ’66. Demi kepentingan perut semata mereka berebut kursi
kekuasaan mengorbankan idealisme mereka sendiri ketika masih mahasiswa.
Bahkan lebih jauh dari itu, seperti yang dinyatakan Erwin Permana, Koordinator Badan Eksekutif Nasional BKLDK kepada Media Umat di sela-sela kongres, KMII ini merupakan koreksi total terhadap Sumpah Pemuda yang dilaksanakan pada 28 Oktober 1928 lalu.
KMII
ini merupakan momentum dan tonggak perubahan sejarah mahasiswa atau
pemuda kelak. “Kita bisa mengambil pelajaran dari Sumpah Pemuda 1928,
sumpah tersebut dapat membawa arus perubahan dalam pergerakan pemuda
untuk lepas dari penjajahan yang ada saat itu,” ujar mahasiswa pasca
sarjana UI tersebut.
Sumpah
Pemuda mengubah persepsi para pemuda sehingga sadar dan bangkit
bersama-sama mengusir penjajah. Namun sayangnya, mereka hanya berhasil
mengusir penjajahan militer. Sedangkan penjajahan di bidang lain seperti
penjajahan dalam bentuk politik, ekonomi, pergaulan, dan pendidikan
masih terus berlangsung hingga saat ini.
Itu
bukan karena perjuangan mereka yang melanggar sumpah. Tetapi konteks
sumpahnya itulah yang bermasalah sehingga mereka hanya berkutat pada
perjuangan melawan penjajahan militer.
“Sehingga
kalau kita lihat konteks Indonesia kekinian memang penjajahan secara
fisik itu tidak ada, tetapi secara ekonomi, politik, budaya, kita
dijajah. Mengapa penjajahan non fisik ini tetap ada? Karena memang
intelektual kitalah yang dijajah,” ujarnya.
Oleh
karenanya, Erwin menandaskan pemuda sekarang haruslah sadar dan bangkit
secara intelektual. Terkait dengan itu, mahasiswa Islamlah yang sudah
seharusnya menjadi garda terdepan dan menjadi motor penggerak untuk
menyatukan dan membangun visi intelektual menuju Indonesia yang lebih
baik.
Terbebas
dari penghambaan terhadap manusia sehingga hanya perintah dan larangan
dari Allah SWT saja yang layak diikuti karena memang hanya Allah SWT
yang layak disembah seperti yang telah dicontohkan Rasulullah Muhammad
SAW.
Jadi
pergerakan mahasiswa Islam ke depan bukanlah perjuangan revolusioner
radikal yang memiliki cita-cita pendek dan dangkal yang akan
menggantikan sistem yang satu dengan sistem buatan manusia lainnya.
Bukan pula perjuangan yang hanya menggantikan penguasa tiran dengan
penguasa tiran lainnya.
Akan
tetapi pergerakan mahasiswa Islam ideologis. Berjuang dengan misi
pembebasan umat manusia. Membebaskan manusia dari penyembahan kepada
manusia menuju penyembahan kepada Allah, Tuhannya manusia. Membebaskan
manusia dari sistem buatan manusia menuju sistem buatan Allah SWT, Tuhan
semesta raya.
Sumpah Mahasiswa
Semua duduk, hening, khusyu’
saat dibacakan ayat-ayat suci Alquran bahkan menangis ketika dibacakan
do’a. Namun sorak sorai kembali membahana ketika mereka meneriakkan, “Allahu Akbar…! Allahu Akbar…! Allahu Akbar…!”
Mendekati
puncak acara, yakni pembacaan Sumpah Mahasiswa, matahari semakin terik
membakar, mendidihkan jiwa muda mereka yang semakin muak dengan sistem
kufur yang selama ini diterapkan di Indonesia dan negeri-negeri Muslim
lainnya.
Maka selain takbir dan yel Khilafah janji Allah yang pasti, dengan penuh semangat mereka pun meneriakan, “Demokrasi… hancurkan…! Kapitalisme… hancurkan…!”, “Sosialisme… hancurkan…! Komunisme… hancurkan…!”,
Mereka
pun sangat rindu penerapan syariah Islam secara kaffah dalam naungan
Khilafah menggantikan sistem buatan manusia yang selama terbukti secara
telak sangat menyengsarakan manusia di dunia ini. Apalagi di akhirat
nanti seperti yang telah Allah SWT tegaskan dalam Alquran.
Maka dengan tubuh yang bermandikan peluh dengan lantang mereka meneriakan, “Syariah… tegakkan…!, Khilafah…Tegakkan…!”. Allahu Akbar… kemudian teriakan “khilafah, khilafah, khilafah…!” bergemuruh.
Tibalah
acara puncak, semua peserta mengankat tangan kanannya dan mengacungkan
jari telunjuk seraya bersumpah dengan sepenuh jiwa. Membaca serentak
lima butir sumpah.
Mereka
akan terus berjuang tanpa lelah untuk tegaknya syariah Islam dalam
naungan Negara Khilafah Islamiyah di Indonesia dan negeri Muslim lainnya
secara intelektual dan tanpa kekerasan.
Mereka
pun bersumpah dengan sepenuh jiwa bahwa perjuangan itu dilakukan bukan
karena sebatas tuntutan sejarah. Namun lebih dari itu. Perjuangan yang
mulia tersebut merupakan konsekuensi iman yang mendalam kepada Allah
SWT. (mediaumat.com)
Posting Komentar untuk "Refleksi 3 Tahun SUMPAH MAHASISWA ISLAM"